Jumat, 20 Februari 2015

PENGINDERAAN JAUH

PENGINDERAAN JAUH


2.1 Pengertian Penginderaan Jauh
Pengindraan jauh merupakan suatu pengambilan atau pengukuran data/informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek,atau benda dengan menggunakan sebuah perekam tanpa berhubungan langsung dengan objek yang akan dikaji. Beberapa ahli berpendapat bahwa Pengindraan jauh merupakan suatuteknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi pengindraan jarak jauh sekedar suatu teknik. Dalam perkembangannya ternyata inderaja seringkali berfungsi sebagai suatu ilmu seperti yang dikemukakan oleh Everett Dan Simonett (1976): Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu, karena terdapat suatu sistimatika tertentu untuk dapat menganalisis informasi dari suatu objek atau permukaan bumi yang akan dikaji. Ilmu ini harus dikoordinasi dengan beberapa pakar ilmu lain seperti ilmu geologi, tanah,perkotaan dan lain sebagainya.
Pendapat lain mengenai Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. (Lillesand & Kiefer, 1994). Penginderaan jauh dalam bahasa Inggris terjemahannya remote sensing, sedangkan di Perancis lebih dikenal dengan istilah teledetection, di Jerman disebut farnerkundung distantsionaya (Rusia), dan perception remota (Spanyol). Meskipun masih tergolong pengetahuan yang baru, pemakaian penginderaan jauh cukup pesat. Pemakaian penginderaan jauh itu antara lain untuk memperoleh informasi yang tepat dari seluruh Indonesia yang luas. Informasi itu dipakai untuk berbagai keperluan, seperti mendeteksi sumber daya alam, daerah banjir,kebakaran hutan, dan sebaran ikan di laut. (lihat gambar 2.1)

Gambar 2.1. Merupakan salah satu contoh hasil penginderaan jauh dari satelit NOAA.

1. Citra Foto
Dalam penginderaan jauh di dapat masukkan data atau hasil observasi yang disebut citra. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu obyek yang sedang diamati, sebagai hasil
liputan atau rekaman suatu alat pemantau. Sebagai contoh, memotret bunga di taman. Foto bunga yang berhasil kita buat itu merupakan citra bunga tersebut. Lihat gambar 2.2.

Gambar 2. 2 di potret/ difoto dari arah horizontal

Hasil foto secara horizontal tampak sangat berbeda (lihat gambar 2.2) dibandingkan dengan hasil pemotretan dari atas atau udara. Lihat gambar 2.3. dibawah ini.
(a)

(b)
Gambar 2.3. Perubahan dari foto udara (a) menjadi sebuah peta (b) dengan skala yang tetap.

Menurut Hornby (1974) Citra adalah gambaran yang terekam oleh kamera atau alat sensor lain. Sedangkan menurut Simonett, dkk (1983) Citra adalah gambar rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang didapat dengan cara optik, electrooptik, optik-mekanik, atau electromekanik. Di dalam bahasa Inggris terdapat dua istilah yang berarti citra dalam bahasa Indonesia, yaitu “image” dan “imagery”, akan tetapi imagery dirasa lebih tepat penggunaannya (Sutanto, 1986). Agar dapat dimanfaatkan maka citra tersebut harus diinterprestasikan atau diterjemahkan/ ditafsirkan terlebih dahulu.

2.Jenis Citra
Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographyc image) atau foto udara dan citra non foto (non-photograpyc image).
1. Citra Foto
Citra foto adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan sensor kamera. Citra foto dapat dibedakan atas beberapa dasar yaitu:
a. Spektrum Elektromagnetik yang digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
1) Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spectrum ultra violet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. Cirinya tidak banyak informasi yang dapat disadap, tetapi untuk beberapa obyek dari foto ini mudah pengenalannya karena kontrasnya yang besar. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi; tumpahan minyak di laut, membedakan atap logam yang tidak dicat, jaringan jalan aspal, batuan kapur.
2) Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 – 0,56 mikrometer). Cirinya banyak obyek yang tampak jelas. Foto ini bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap obyek di bawah permukaan air hingga kedalaman kurang lebih 20 meter. Baik untuk survey vegetasi karena daun hijau tergambar dengan kontras.
3) Foto pankromatik yaitu foto yang menggunakan seluruh spectrum tampak mata mulai dari warna merah hingga ungu. Kepekaan film hampir sama dengan kepekaan mata manusia. Cirinya pada warna obyek sama dengan kesamaan mata manusia. Baik untuk mendeteksi pencemaran air, kerusakan banjir, penyebaran air tanah dan air permukaan.
4) Foto infra merah asli (true infrared photo), yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum infra merah dekat hingga panjang gelombang 0,9 – 1,2 mikrometer yang dibuat secara khusus. Cirinya dapat mencapai bagian dalam daun, sehingga rona pada foto infra merah tidak ditentukan warna daun tetapi oleh sifat jaringannya. Baik untuk mendeteksi berbagai jenis tanaman termasuk tanaman yang sehat atau yang sakit.
5) Foto infra merah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan infra merah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan sebagian saluran hijau. Dalam foto ini obyek tidak segelap dengan film infra merah sebenarnya, sehingga dapat dibedakan dengan air.

3. Wahana
Kendaraan yang membawa alat pemantau dinamakan wahana. Berdasarkan ketinggian peredaran wahana, tempat pemantauan atau pemotretan dari angkasa ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Pesawat terbang rendah sampai medium (Low to medium altitude aircraft), dengan ketinggian antara 1000 meter sampai 9000 meter dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan adalah citra foto (foto udara).
b. Pesawat terbang tinggi (high altitude aircraft) dengan ketinggian sekitar 18.000 meter dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan ialah foto udara dan Multispectral Scanner Data.
c. Satelit, dengan ketinggian antara 400 km sampai 900 km dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan adalah citra satelit.

2.2 Sistem Penginderaan Jauh
Untuk memudahkan Anda memahami tentang pengertian umum system penginderaan jauh maka sistem penginderaan jauh beserta komponen komponennya disajikan secara skematik pada gambar 2.4. yang ada dibawah ini.

Gambar 2.4. Sistem Penginderaan Jauh

Gambar 2.5. Skema umum sistim penginderaan jauh
Komponen dan interaksi antar komponen dalam sistem penginderaan jauh dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut:
1. Tenaga untuk Penginderaan Jauh
Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan sensor buatan, untuk itu diperlukan tenaga penghubung yang membawa data tentang obyek ke sensor. Data tersebut dikumpulkan dan direkam dengan 3 cara dengan variasi sebagai berikut:
a. Distribusi daya (force)
Contoh: Gravitometer mengumpulkan data yang berkaitan dengan gaya tarik bumi.
b. Distribusi gelombang bunyi
Contoh: Sonar digunakan untuk mengumpulkan data gelombang suaradalam air.
c. Distribusi gelombang electromagnetik
Contoh: Camera untuk mengumpuilkan data yang berkaitan dengan pantulan sinar.

2.3 Pemotretan udara
Pemotretan udara pada umumnya menggunakan kamera dan film, dan menghasilkan potret (data analog). Secara garis besar, pemotretan udara dan hasil ikutannya dalam bentuk peta merupakan bidang kegiatan ilmu geodesi yang dikenal dengan bidang fotogrametri. Bidang ini meliputi : (1). Perencanaan pemotretan yang meliputi pemilihan kamera udara, disain pemotretan, pemilihan film dan cara pemotretan. (2). Pemrosesan laboratorium, meliputi pencetakan, penyusunan, pengarsipan potret. (3). Pengolahan dan pemanfaatan seperti penggabungan potret (mosaik), pembuatan peta topografi.
Potret udara tidak seperti potret terestris biasa tetapi harus memenuhi persyaratan khusus dan baku, antara lain :
(1). Dibuat dalam bentuk potret tegak (vertikal). Dalam hal tertentu pemotretan kadang dibuat dalam posisi miring (oblique) yang menghasilkan gambar seperti dapat dilihat pada gambar 2.6. Namun demikian pada umumnya potret udara dibuat dalam bentuk potret tegak (vertikal)



Gambar 2.6. Jenis potret udara tegak dan miring (oblique)

(2). Dibuat dengan sistim tumpang tindih (overlap) antara satu potret dengan potret berikutnya. Cara demikian dilakukan untuk mendapatkan kenampakan 3 dimensi dan untuk keperluan pembuatan peta topografi. Tumpang tindih ke arah samping juga dibuat dalam jarak lebih pendek, sehingga seluruh daerah yang dipotret tidak ada yang terlewat. Gambar 5 memperlihatkan bentuk pemotretan yang biasa dilakukan.

Gambar 2.7. Pelaksanaan pemotretan udara

Kamera udara dapat berupa kamera tunggal atau majemuk, pada umumnya diletakkan di perut pesawat, di masa lalu diletakkan di luar badan pesawat seperti pada gambar 6. Untuk mendapatkan potret yang sesuai dengan keperluan dasar pemotretaan dipertahankan pada posisi mendatar serta diatur selang pengambilannya secara tetap.


Gambar 2.8. Kamera udara dalam pesawat terbang

Pemotretan udara menggunakan jenis kamera tunggal, kadang – kadang kamera ganda atau kamera majemuk dan film yang dipakai dalam pemotretan pada umumnya dari jenis pankromatik hitam putih dan warna, inframerah hitam putih dan warna, namun umumnya adalah film pankromatik hitam putih. Beberapa bentuk potret yang dihasilkan diperlihatkan pada gambar 7 di bawah ini.

Gambar 2.9. Produk potret udara yang dihasilkan

2.4 Unsur Interpretasi Citra
Menurut Este dan Simonett, 1975: Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Jadi di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali obyek melalui tahapan kegiatan, yaitu:
deteksi
identifikasi
analisis
Setelah mengalami tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup dan sebagainya.
Deteksi
Deteksi adalah usaha penyadapan data secara global baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Di dalam deteksi ditentukan ada tidaknya suatu obyek. Misalnya obyek berupa savana.
Identifikasi
Identifikasi adalah kegiatan untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra yang dapat dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor dengan alat stereoskop. Ada 3 ciri utama yang dapat dikenali yaitu:
1. Ciri spektral
Yaitu ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dengan obyek. Ciri spektral dinyatakan dengan rona dan warna. Rona atau tone adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Adapun faktor yang mempengaruhi rona adalah:
a. Karakteristik obyek (permukaan kasar atau halus).
b. Bahan yang digunakan (jenis film yang digunakan).
c. Pemrosesan emulsi (diproses dengan hasil redup, setengah redupdan gelap).
d. Keadaan cuaca (cerah/mendung).
e. Letak obyek (pada lintang rendah atau tinggi).
f. Waktu pemotretan (penyinaran pada bulan Juni atau Desember).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati kenampakan objek dalam foto udara, yaitu:
a. Rona dan Warna
Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu (lihat gambar 4.2). Tingkat kecerahannya tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan objek, arah datangnya sinar matahari, waktu pengambilan gambar (pagi, siang atau sore) dan sebagainya. Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan, misalnya menggunakan spektrum ultra violet, spektrum tampak, spektrum infra merah dan sebagainya. Perbedaan penggunaan spektrum gelombang tersebut mengakibatkan rona yang berbeda-beda. Selain itu karakter pemantulan objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga mempengaruhi warna dan rona pada foto udara berwarna.


Gambar 2.10. Rona fotografi diukur dalam bayangan dari: kelabu putih pada A, kelabu
muda pada B, kelabu suram pada C, dan kelabu hitam pada D. Dapat juga dengan pola
yang jelas: E = seragam; F = berbintik; G = bergaris; H = berkerak; I = batas
ketajaman; J = tak jelas. (David, 1993).

2. Ciri spasial
Ciri spasial adalah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi:
b. Bentuk
Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja. (Lihat gambar 4.3).
Contoh: 1) Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U atau
empat persegi panjang.
2) Gunung api, biasanya berbentuk kerucut.

Gambar 2.11. Foto udara pankromatik hitam putih pabrik gula Madukismo
di Yogyakarta, tahun 1959. 1 : 7.500 (atas perkenan Bakosurtanal).
c. Ukuran
Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.
Contoh: Lapangan olah raga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat)
dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m - 100 m).
d. Tekstur
Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra. Ada juga yang mengatakan bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan sedang (lihat gambar 2.12).
Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak
bertekstur halus.

Gambar 2.12. Foto udara pankromatik hitam putih daerah dekat
Kota Yogyakarta, tahun 1959. 1 : 7.500 (atas perkenan Bakosurtanal).

Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan ukurannya yang besar (a), jauh lebih besar dari ukuran rumah mukim pada umumnya. Pabrik itu berasosiasi dengan lori yang tampak pada foto dengan bentuk empat persegi panjang dan ronanya kelabu, mengelompok dalam jumlah besar (b). Lori pada umumnya digunakan untuk mengangkut tebu dari sawah ke pabrik gula. Oleh karena itulah maka pabrik itu diinterpretasikan sebagai pabrik gula. Pada saat pemotretannya, pabrik itu sedang aktif menggiling tebu. Hal ini dapat diketahui dari asapnya yang mengepul tebal dan tertiup angin ke arah barat daya. Pola perumahan yang teratur dan letaknya yang berdekatan dengan pabrik gula mengisyaratkan bahwa perumahan itu merupakan perumahan karyawan pabrik gula (c). Atap pabrik gula maupun atap perumahan karyawannya yang berona cerah mengisyaratkan bahwa bangunannya merupakan bangunan baru. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pohon-pohonan di sekitar rumah tersebut baru mulai tumbuh. Tanaman pada (a) bertekstur halus, tanaman tebu (b) yang tampak pada tepi kanan dan tepi atas foto bertekstur sedang, tanaman pekarangan (c) dan kebun kelapa bertekstur kasar. Di samping bertekstur sedang, tanaman tebu juga ditandai dengan tekstur yang seragam untuk daerah cukup luas. Hal ini disebabkan karena penggarapannya dan penanaman dapat dilakukan secara serentak. Bagi tekstur tanaman lain pada sawah yang diusahakan oleh petani, teksturnya berbeda dari petak yang satu ke petak lainnya. Pada (d) terdapat pohon kelapa yang dapat dikenali berdasarkan tajuknya yang berbentuk bintang. Berbeda dengan bagian lain yang tanaman pekarangannya berupa campuran berbagai jenis pohon, pada bagian (d) ini yang dominan adalah pohon kelapa. Bayangan juga merupakan salah satu unsur interpretasi citra yang penting. Di dalam contoh ini, bayangan dapat digunakan untuk mengetahui beda tinggi relatif antara tanaman tebu dan tanaman pekarangan. Tinggi pohon kelapa tampak sekitar 5 – 6 kali tinggi tanaman tebu.

e. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah.
Contoh: Pola aliran sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai struktur lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.

f. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.
Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan objek yang tergambar dengan jelas, sedangkan pada foto tegak hal ini tidak terlalu mencolok, terutama jika pengambilan gambarnya dilakukan pada tengah hari.

g. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran rendah, dan sebagainya.

h. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya.
Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

i. Konvergensi Bukti
Konvergensi bukti ialah penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu kesimpulan tertentu.
Contoh: Tumbuhan dengan tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon palem. Bila ditambah unsur interpretasi lain, seperti situsnya di tanah becek dan berair payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah sagu.

3. Ciri Temporal
Ciri temporal adalah ciri yang terkait dengan benda pada saat perekaman, misalnya; rekaman sungai musim hujan tampak cerah, sedang pada musim kemarau tampak gelap.
Penilaian atas fungsi obyek dan kaitan antar obyek dengan cara menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju ke arah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan menafsir citra.

2.5 Manfaat Penginderaan Jauh
Anda tahu pada saat ini, pemanfaatan penginderaan jauh sebagai salah satu sumber informasi telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Beberapa alasan mengapa pemanfaatan penginderaan jauh mengalami peningkatan antara lain:
1. Melalui penggunaan citra akan diperoleh gambaran objek permukaan bumi dengan wujud dan posisi yang mirip dengan kenyataannya, relatif lengkap, dan dapat meliput wilayah yang luas.
2. Dengan adanya teknologi, objek yang terekam dalam foto udara memiliki kesan 3 dimensi.

Gambar 2.13. Pengamatan 3D dengan alat stereoskop

3. Melalui citra, dapat diketahui gejala atau kenampakan di permukaan bumi seperti kandungan sumber daya mineral suatu daerah, jenis batuan, dan lain-lain dengan cepat, yaitu melalui citra yang menggunakan sinar infra merah.
4. Citra dapat dengan cepat menggambarkan objek yang sangat sulit dijangkau oleh pengamatan langsung (lapangan). Contohnya satu lembar foto udara meliputi luas 132 km2 direkam dalam waktu kurang 1 detik.
5. Dapat menggambarkan atau memetakan daerah bencana alam dalam waktu yang cepat seperti daerah yang terkena gempa, wilayah banjir, dan sebagainya.
6. Melalui penginderaan jauh dapat diperoleh data atau informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Berbagai Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang kelautan, hidrologi, klimatologi, lingkungan dan kedirgantaraan.

1. Manfaat di bidang kelautan (Seasat, MOSS)
Pengamatan sifat fisis air laut.
Pengamatan pasang surut air laut dan gelombang laut.
Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi, dan lain-lain.
2. Manfaat di bidang hydrologi (Landsat, SPOT)
Pengamatan DAS.
Pengamatan luas daerah dan intensitas banjir.
Pemetaan pola aliran sungai.
Studi sedimentasi sungai.
Dan lain-lain.
3. Manfaat di bidang klimatologi (NOAA, Meteor dan GMS)
Pengamatan iklim suatu daerah.
Analisis cuaca.
Pemetaan iklim dan perubahannya.
Dan lain-lain.
4. Manfaat dalam bidang sumber daya bumi dan lingkungan (landsat, Soyuz,
SPOT)
Pemetaan penggunaan lahan.
Mengumpulkan data kerusakan lingkungan karena berbagai sebab.
Mendeteksi lahan kritis.
Pemantauan distribusi sumber daya alam.
Pemetaan untuk keperluan HANKAMNAS.
Perencanaan pembangunan wilayah.
Dan lain-lain.
5. Manfaat di bidang angkasa luar (Ranger, Viking, Luna, Venera)
Penelitian tentang planet-planet (Jupiter, Mars, dan lain-lain).
Pengamatan benda-benda angkasa.
Dan lain-lain.

PERALATAN DASAR GEOLOGI LAPANGAN

PERALATAN DASAR GEOLOGI LAPANGAN


1. Kompas Geologi

Gambar 1. Kompas tipe Brunton
Kompas, klinometer, dan “hand level” merupakan alat-alat yang dipakai dalam berbagai kegiatan survei, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.
Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan dalam (gmbr. Kompas tipe Brunton). Yang terpenting diantaranya adalah :
    1. Jarum Magnet
Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi (bukan kutub utara geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan dari posisi utara geografi yang kita kenal sebagai deklinasi. Besarnya deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas dapat
menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus diputar. Penting sekali untuk memperhatikan dan kemudian mengingat tanda yang digunakan untuk mengenal ujung utara jarum kompas itu. Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).
    1. Lingkaran Pembagian Derajat (graduated circle)
Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai 0 pada arah utara (N) sampai 360, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0 pada arah utara (N) dengan selatan (S), sampai 90 pada arah timur (E) dan barat (W).
    1. Klinometer
Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan pembagian skala. Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan persen.

2. Peta Dasar

Gambar 2. Peta Dasar
Peta dasar atau potret udara gunanya untuk mengetahui gambaran secara garis besar daerah yang akan kita selidiki, sehingga memudahkan penelitian lapangan baik morfologi, litologi, struktur dll. Selain itu peta dasar digunakan untuk menentukan lokasi dan pengeplotan data, umumnya yang digunakan adalah peta topgrafi/kontur.

3. Palu Batuan Beku (Pick Point)

Gambar 3. Pick Point
Palu batuan beku yaitu alat yang umum digunakan oleh para peneliti untuk mengambil sampel batuan, Palu batuan beku berbentuk runcing ini umumnya dipakai di daerah batuan keras (batuan beku dan metamorf)

4. Palu Batuan Sedimen (Chisel Point)

Gambar 4. Chisel Point
Jenis palu geologi yang digunakan salah satunya adalah palu batuan sedimen (chisel point). Bentuknya berujung datar seperti pahat, umumnya dipakai untuk batuan yang berlapis (batuan sedimen) dan mengambil fosil.

5. Lup

Gambar 5. Lup
Lup atau kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang mempunyai titik fokus yang dekat dengan lensanya. Benda yang akan diperbesar terletak di dalam titik fokus lup itu atau jarak benda ke lensa lup tersebut lebih kecil dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup tersebut. Di geologi, lup digunakan untuk mengamati batuan misalnya mineral maupun fosil., lensa pembesar yang umum dipakai adalah perbesaran 8 sampai 20

6. Alat Ukur

Gambar 6. Meteran
Alat ukur yang digunakan dalam kegiatan lapangan biasanya menggunakan meteran 50 meter. Berbentuk seperti roll kabel agar praktis dibawa. Biasanya digunakan untuk mengukur jarak litasan dalam suatu daerah ataupun mengukur ketebalan lapisan.

7. Larutan HCl

Gambar 7. Larutan HCl
Komparator dipakai untuk membantu dalam deskripsi batuan, misalnya komparator butir, pemilahan (sorting) atau prosentase komposisi mineral, maupun tabel-tabel determinasi batuan baik batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf, dan lain sebagainya. Larutan HCL digunakan untuk menguji kadar karbonat, umumnya 0,1 N.

8. Kantong Sampel

Gambar 8. Kantong Sampel
Kantong contoh batuan (kantong sampel) dapat digunakan kantong plastik yang kuat atau kantong jenis lain yang dapat dipakai untuk membungkus contoh-contoh batuan dengan ukuran yang baik yaitu kurang lebih (13x9x3) cm. Sedangkan kertas label digunakan untuk memberi kode pada tiap contoh batuan sehingga mudah untuk dibedakan. Dapat juga menggunakan "permanent spidol" untuk meberi kode langsung pada kantong.

PETA TOPOGRAFI

PETA TOPOGRAFI


1. Peta Topografi
Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu.
Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.

Gambar 1. Contoh Peta Topografi Wilayah Lumadjang, Indonesia
Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat
diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia.

2. Fungsi Peta Topografi dalam Pemetaan Geologi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan tinggi rendahnya muka bumi. Dari peta topografi kita dapat mengetahui ketinggian suatu tempat secara akurat. Cara menginterpretasikan peta topografi berbeda dengan peta umum karena symbol-simbol yang digunakan berbeda. Sebelum menginterpretasikan peta topografi, lakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Siapkan peta topografi yang akan diinterpretasikan, misalnya peta Pulau Jawa.
b. Perhatikan legenda untuk memahami makna simbol-simbol yang terdapat pada peta.
c. Perhatikan persebaran data pada wilayah tersebut.
d. Perhatikan tahun pembuatan peta untuk mengetahui apakah peta tersebut masih relevan atau tidak.
Pada peta topografi terdapat garis-garis kontur yang menunjukkan relief muka bumi. Peta topografi menunjukkan bentuk-bentuk muka bumi. Bentuk-bentuk muka bumi tersebut adalah sebagai berikut.
  • Lereng

Gambar 2. Kenampakan Lereng pada Peta Topografi
  • Cekungan (Depresi)
Cekungan (Depresi) pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

Gambar 3. Cekungan atau Depresi
  • Bukit
Bukit pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 4. Bukit pada Peta Topografi

  • Pegunungan
Pegunungan pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

Gambar 5. Kenampakan Pegunungan pada Peta Topografi

  • Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi

Gambar 6. Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi

Penampang melintang adalah penampang permukaan bumi yang dipotong secara tegak lurus. Dengan penampang melintang maka dapat diketahui/dilihat secara jelas bentuk dan ketinggian suatu tempat yang ada di muka bumi. Untuk membuat sebuah penampang melintang maka harus tersedia peta topografi sebab hanya peta topografi yang dapat dibuat penampang melintangnya.

Gambar 7. Bagian-Bagian Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi


GEJALA GEOLOGI DARI INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI

1. Gejala Geologi yang Didapat dari Interpretasi Peta Topografi
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum pola struktur yang berkembang di daerah penelitian berdasarkan analisis morfologinya. Ada beberapa cara untuk mendapatkan gambaran struktur suatu daerah, yaitu dengan mengamati adanya liniament yang mungin disebabkan oleh proses pensesaran. Cara ini dilakukan melalui penafsiran peta topografi, foto udara dan citra indraja. Penjelasan rinci dari point ini adalah sebagai berikut :
1.1 Interpretasi Struktur Melalui Topografi
Cara untuk menginterpretasi struktur geologi melalui topografi adalah sebagai berikut :
a. Menafsirkan jalur struktur berdasarkan ada/tidaknya lineament (dapat berupa garis lurus atau lengkung) dan menggambarkannya secara tegas atau terputus-putus. Pola lineament tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk diagram roset dan yang terpenting dibuat peta linieamentnya.
b. Mengamati kerapatan kontur. Apabila dijumpai adanya perbedaan kerapatan kontur yang mencolok maka dapat ditafsirkan pada batas-batas perbedaannya merupakan akibat pensesaran dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar normal. Perlu pula diperhatikan fenomena tersebut dapat saja terjadi akibat perubahan sifat fisik batuan.
c. Mengamati bentuk morfologi, misalnya :
  • Apabila bentuk punggungan bukit memanjang barat-timur, dan apabila daerah tersebut disusun oleh batuan sedimen klastika (dari literatur), maka dapat ditafsirkan bahwa jurus perlapisan batuannya adalah barat-timur sesuai dengan arah punggungannya.
  • Apabila ada suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng bukitnya landai (kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal, maka ditafsirkan kemiringan (arah “dip”) lapisan tersebut ke arah bermorfologi lereng yang landai, morfologi yang demikian dikenal sebagai Hog back.
  • Apabila ada suatu punggungan perbukitan dengan arah dan jalur yang sama, namun pada bagian tertentu terpisahkan oleh suatu lembah (biasanya juga berkembang aliran sungai) atau posisi jalur punggungannya nampak bergeser, maka dapat ditafsirkan di daerah tersebut telah mengalami pensesaran dan fenomena tersebut umumnya terjadi akibat sesar mendatar, sesar normal atau kombinasi keduannya.
  • Apabila suatu daerah bermorfologi perbukitan, dimana punggungan bukitnya saling sejajar dan dipisahkan oleh lembah sungai, maka kemungkinan daerah tersebut merupakan perbukitan struktural lipatan-anjakan.
  • Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan penyusunnya dapat berupa aluvium atau sedimen lainnya yang mempunyai kemiringan bidang lapisan relatif horizontal. Kondisi ini umumnya menunjukan bahwa umur batuan masih muda dan relatif belum mengalami derformasi akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang).
d. Mengamati pola pengaliran sungainya. Dengan cara ini dapat membantu dalam menafsirkan batuan penyusun serta struktur geologinya, misalnya :
  • Pola pengaliran trelis dan paralel, mencerminkan bahwa batuan di daerah tersebut sudah mengalami pelipatan.
  • Pola pengaliran sejajar ditafsirkan bahwa daerah tersebut telah mengalami proses pensesaran.
  • Pola pengaliran rektangular mencerminkan bahwa daerah tersebut banyak berkembang kekar.
  • Pola pengaliran dendritik mencerminkan batuan penyusun yang relatif seragam. Dsb.